Masih dalam suasana peringatan Hari Air Sedunia. Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi makhluk hidup. Lebih dari 2/3 permukaan Bumi tempat kita tinggal ini ditutupi oleh air. Selain untuk minum dan pemakaian sehari-hari, air juga bisa digunakan sebagai media transportasi. Apakah itu di sungai, danau (air tawar) maupun laut (air asin).
Walaupun air menutupi lebih dari 2/3 belahan bumi, namun di beberapa tempat air sulit untuk dijumpai. Seperti di bagian Afrika Timur, kekeringan yang melanda bahkan menyebabkan kematian. Di beberapa tempat lainnya terkadang air malah berlebih. Curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir menggenangi daratan.
Di Indonesia sendiri, dulunya praktis kita tak pernah mendengar yang namanya kekeringan. Keberadaan kita di daerah tropis dan curah hujan yang cukup merata seakan mengaburkan kata ‘kekeringan’ di negeri ini. Di peta zona potensi bencana, hampir tak ada wilayah yang masuk kategori kekeringan. Semua mempunyai sumber air yang mencukupi bahkan berlebih. Namun seiiring perubahan zaman, dimana pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah pesat dan banyaknya pembukaan lahan hutan yang tak diimbangi dengan penanaman kembali menyebabkan keseimbangan siklus air terganggu. Di musim kemarau kita mengalami kekeringan dan menghadapi banjir di saat musim penghujan. Dari beberapa pulau besar di Indonesia, mungkin hanya pulau Kalimantan yang ‘belum’ mengalami kekeringan. Di pulau-pulau lainnya kasus kekeringan mulai muncul.
Keadaan sekarang
Dari beberapa referensi seperti tulisan-tulisan maupun foto di beberapa media, kita bisa membandingkan keberadaan dulu dan sekarang. Lihat saja kali Ciliwung di Jakarta, dulu kali itu digunakan sebagai sumber air utama guna memenuhi kebutuhan air warga Jakarta. Sekarang? Bahkan untuk berjalan di bantaran sungainya saja kita harus menutup hidung dan mengarahkan pandangan ke bagian lain. Kotor, penuh limbah dan sampah (jangan heran juga jika kita melihat banyak kasur bekas yang dibuang ke sungai), namun tetap juga dijumpai warga yang ‘terpaksa’ memanfaatkan air walau dengan kondisi yang begitu. Dan saat musim hujan tiba, banjirpun datang menggenang, sungai yang ada tak mampu menampung debit air yang mengalir. Saat kondisi biasa, juga sulit untuk mendapatkan sumber air bersih. Melihat keadaan seperti demikian, saya pun tak heran ketika mendengar beberapa celotehan beberapa orang “klo nanti cagub DKI Jakarta dalam kampanye mengatakan akan membebaskan Jakarta dari banjir, kagak usah dipilih lagi tuh orang, isu lama, Jakarta emang bebas banjir kok”. hohoho….
ciliwung |
Di Aceh, provinsi paling barat Indonesia, walaupun belum mengalami kondisi yang dikategorikan dalam kekeringan, namun ‘bau-baunya’ mulai tercium. Kondisi sumber-sumber air yang dulunya melimpah kini mulai menghilang. Teringat saya ketika masa-masa MIN (setingkat SD) dulu, teman-teman tak jarang menuju ke simpang Keutapang Dua yang dilewati oleh Krueng Daroy untuk berenang. Airnya jernih, mengalir dan tidak dalam kondisi kering. Loncat dari jembatan dan menceburkan diri ke dalam sungai sungguh hal yang bisa jadi tak mungkin dilakukan lagi sekarang. Sungai yang ada bisa dikatakan lebih berfungsi kepada ‘sekedar’ mengalirkan debit air ketika musim penghujan dan MCK (bahkan buang sampah) penduduk sekitar. Padahal kan sungai Krueng Daroy ini sepertinya dulu begitu terkenal, sampai-sampai ada lagunya yang dibawakan oleh penyanyi Aceh, Rafly.
Air sumur (biasa) yang dulunya biasa saja jika dimanfaatkan sebagai sumber air untuk dikonsumsi sehari-hari kini sebagian besarnya hanya digunakan untuk MCK saja. Air sumur mulai tercemar, mulai berbau, mulai dirembesi air comberan atau genangan dekat rumah akibat tiada ‘jalan’ lagi untuk mengalir. Ah, kasian nasibmu duhai air sumur. Sebagian orang memanfaatkan air sumur bor. Air yang ‘kualitas’ gengsinya ini lebih tinggi menjadi opsi yang menarik. Namun, tahukah kalau air itu berasal dari aliran bawah tanah dalam bumi? Waktu yang diperlukan untuk mengisi ‘kantung air’ di dalam tanah itu tidak sebanding dengan eksplorasi air yang dikeluarkan.
Hari Air Sedunia
Hari Air Sedunia (Inggris: World Day for Water) adalah perayaan yang ditujukan sebagai usaha-usaha menarik perhatian publik akan pentingnya air bersih dan usaha penyadaran untuk pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Hari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret, inisiatif peringatan ini di umumkan pada Sidang Umum PBB ke 47 tanggal 22 Desember 1992 di Rio de Janeiro, Brasil. Hari Air Dunia digelar setiap tanggal 22 Maret, sebagai wadah untuk menyatukan fokus perhatian dunia kepada peran penting tersedianya air bersih dan mengupayakan tata kelola sumber daya air segar yang berkelanjutan.
22 Maret dipilih sebagai satu hari dari satu tahun untuk merayakan ketersediaan air segar, sebagaimana direkomendasikan oleh Konverensi PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (UNCED).
Peringatan Hari Air Dunia pertama kali diselenggarakan pada 22 Maret 1993, ketika Sidang Umum PBB merestui program ini. Sejak 1993, berbagai tema telah diangkat pada peringatan Hari Air Dunia:
1994 -- Peduli sumber daya air adalah tanggungjawab kita semua
1995 -- Air dan Perempuan
1996 -- Air untuk kota-kota yang haus
1997 -- Air dunia
1998 -- Air tanah -- sumber daya yang tak terlihat
1999 -- Semua orang tinggal di hilir
2000 -- Air untuk abad 21
2001 -- Air untuk kesehatan
2002 -- Air untuk pembangunan
2003 -- Air untuk masa depan
2004 -- Air dan bencana alam
2005 -- Air untuk kehidupan 2005-2015
2006 -- Air dan budaya
2007 -- Kelangkaan air
2008 -- Tahun internasional sanitasi
2009 -- Perairan lintas batas
2010 -- Kualitas air
2011 -- Air untuk perkotaan
2012 -- Air dan ketahanan pangan
(sumber : Wikipedia)
1995 -- Air dan Perempuan
1996 -- Air untuk kota-kota yang haus
1997 -- Air dunia
1998 -- Air tanah -- sumber daya yang tak terlihat
1999 -- Semua orang tinggal di hilir
2000 -- Air untuk abad 21
2001 -- Air untuk kesehatan
2002 -- Air untuk pembangunan
2003 -- Air untuk masa depan
2004 -- Air dan bencana alam
2005 -- Air untuk kehidupan 2005-2015
2006 -- Air dan budaya
2007 -- Kelangkaan air
2008 -- Tahun internasional sanitasi
2009 -- Perairan lintas batas
2010 -- Kualitas air
2011 -- Air untuk perkotaan
2012 -- Air dan ketahanan pangan
(sumber : Wikipedia)
Hari air sedunia hanyalah sebuah momentum, seperti peringatan-peringatan lainnya. Pembelajaran dan aplikasi yang seharusnya ada, sebaiknya juga dilakukan secara berkelanjutan, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita. Dalam mendukung ketahanan pangan, pemerintah (salah satunya melalui Kementerian Pekerjaan Umum) terus berupaya meningkatkan kualitas dan membangun jaringan irigasi yang ada. Hal ini juga dalam upaya meningkatkan produksi pangan sehingga program ketahanan pangan tercapai. Upaya-upaya seperti ini sebenarnya bisa dilakukan oleh berbagai pihak, dengan kapasitas dan kemampuannya masing-masing tentunya.
Hal yang dirasa perlu di saat ini menurut saya adalah mulai adanya kesadaran dari kita untuk menghemat penggunaan air. Karena di sebagian daerah air masih mudah dijumpai, bukan berarti kita bisa seenaknya saja memakai air. Sebagai contoh kecilnya saja, apakah kita pernah menyangka kalau sungai-sungai yang di waktu kecil kita dulu biasanya digunakan untuk berenang kini airnya sudah tak ada? Cekungan atau embung-embung kecil tempat kita memancing ikan kini malah kering dan dipenuhi sampah? Dan sekarang untuk minum saja kita harus Membeli?
Hemat bukan berarti kita pelit, namun lebih kepada memakai seperlunya saja. Jika cukup seember air untuk mencuci motor, untuk apa menghabiskan se-cincin sumur? Jika dirasa cukup minum segelas air, untuk apa air secangkir dan kemudian membuang sisanya? Bukannya juga terlalu ‘mempermasalahkan’ hal-hal yang masih dianggap kecil ini, namun bukankah juga mubazir itu temannya setan? (Al Isra : 26-27 ).
Nah, bagi saya di momen hari air sedunia kali ini, pemakaian air seperlunya hendaknya lebih disadari. Bukan air saja sebenarnya, juga hal-hal lainnya termasuk energy. Selama dunia belum kiamat, masih ada generasi-generasi di bawah kita yang akan memanfaatkan apa yang sudah kita hemat tersebut. Anda?
:)
0 komentar:
Posting Komentar