Miris, itulah perasaan pertama saat kemarin aku melihat berita di koran harian Serambi Indonesia. “Seekor Beruang Madu Mati Dibunuh Warga”, begitulah judulnya (bisa dibaca langsung di http://aceh.tribunnews.com/news/view/56978/seekor-beruang-madu-mati-dibunuh-warga ).
pertanyaan-pertanyaanpun mulai bermunculan. Kenapa harus dibunuh? Kenapa beruang itu muncul disitu? Siapa yang harusnya bertanggung jawab?
Di tempat lain di belahan bumi ini, binatang-binatang seperti itu mulai dilindungi karena terancam hilang dari peradaban. Apakah di tempat kita binatang-binatang seperti ini masih terlalu banyak sehingga dengan mudahnya dibunuh begitu saja?
Hmm... mari kita coba melihat/menganalisa permasalahan yang ada. Menurut berita tersebut, masyarakat pada awalnya hanya berniat menghalau beruang agar tidak mengganggu warga. Hal itu wajar-wajar saja karena beberapa minggu sebelumnya juga terjadi di kawasan Montasik, Aceh Besar, seekor beruang menyerang beberapa warga hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Tidak salah kiranya jika masyarakat berusaha agar kejadian serupa tidak terulang. Caranya? Bermaksud menghalau/mengusir beruang tersebut.
Masyarakat beranggapan, beruang sudah mulai masuk ke pemukiman warga hingga mengakibatkan keresahan. Kejadian-kejadian seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya di lingkungan mereka. Dan hal itu harus ditanggulangi sedini mungkin.
Nah, sekarang coba kita lihat dari segi perspektif sang beruang. Kita coba interview saja sang beruang. “Pak Beruang kok sampai berada di permukiman warga? Ngapain anda disini?”
Dan mungkin beruang akan menjawab, “Siapa loe, yang berani2nya nanya gituan ke Gue? Ini rumah Gue coy. Loe aja manusia yang ngak sopan dah ngerebut rumah kami. Sekarang sekali-sekali kami ngejenguk rumah, eh elu2 yang jadinya kurang asam, cage deehh...”
Apakah salah jawaban sang beruang? “ngak ding”. Kenyataan yang kita lihat sekarang, permukiman terus saja semakin luas, terus dibuka tanpa ada blue print yang jelas. Parahnya, lahan hutan yang selama ini jadi tempat ‘mengungsi’ para hewan pun mulai dirambah habis-habisan. Rumah para hewan sudah semakin mengecil, apakah salah jika akhirnya mereka masuk ke perkampungan warga?
Saya tidak menyebutkan siapa sebenarnya pihak yang harus disalahkan dalam masalah ini. Tapi seharusnya kita semua merasa bertanggung jawan terhadap permasalahan-permasalahan nyata yang mulai bermunculan tersebut. Semua pihak terkait, apakah itu pemerintah, instansi yang mengelola hutan, stakeholders, bahkan masyarakat sendiri harus partisipatif mengenai hal ini.
Dan nyatanya, di Aceh sendiri, kejadian ini bukanlah yang pertama. Belum lama hilang dari ingatan kita, ada juga kasus-kasus gajah masuk desa (sampai sekarang), harimau masuk desa, dll. Kalau dulu sih, yang ada tu ABRI masuk desa.
0 komentar:
Posting Komentar