Dalam beberapa minggu ini, saya kembali teringat apa yang pernah disampaikan guree (guru ngaji) saya sekitar 3 tahun lalu saat menjadi khatib di salah satu masjid. Ya... walapun saya baru bisa menuliskannya sekarang, saya harap tulisan yang terinspirasi dari sana ini tetap dapat bermanfaat bagi semua orang nantinya. Saat itu, momen penyampaiannya memang sangat tepat, yaitu saat menjelang Hari Raya Idul Adha. Bahkan di tahun berikutnya, sang guree pun tak bosan-bosannya mengingatkan masalah tersebut. Namun tak salah juga rasanya saya tulis sekarang, toh pembelajarannya bisa diambil untuk waktu dan momen apapun. Dan apa yang akan saya tulis memang tidak persis sama seperti penyampaian dari guree saya. Tapi maksudnya insya Allah lebih kurang sama.
Okey, cukup dulu muqaddimahnya. Kita langsung masuk ke pembahasannya ya. Sebelum saya lupa apa yang akan saya tulis. Hehe...
Kebiasaan yang terjadi di masyarakat kita sekarang adalah kita menjadi ribut atau memperdebatkan, atau apalah bahasanya sekarang, terhadap sesuatu yang diberikan kepada kita. Misalkan saja ni ya, di sebuah desa diberikan dana bantuan untuk dikelola demi kepentingan masyarakat desanya. Nah, dengan adanya dana tersebut, para perangkat desa, masyarakat, semua unsur-unsur yang mencakup di dalamnya menjadi ribut. Masing-masing harus memperoleh ‘bagian’ dari bantuan itu. Hubungan harmonis yang sebelumnya terjalin pun akan menjadi kacau gara-gara perdebatan dan perebutan itu.
Contoh lain saat pelaksanaan Qurban di Hari Raya Idul Adha (contoh ini juga mencakup seperti pembagian daging ; kalau di Aceh ada namanya tradisi meugang ; di waktu-waktu lainnya). Bayangkan saja, saat ada beberapa orang yang mendermakan/memberikan kurban yang dagingnya akan dibagikan kepada masyarakat ramai (diutamakan ke yang kurang mampu), pembagian daging kurban tersebut adakalanya terjadi kekacauan. Apa itu karena pembagian yang kurang adil, ada penerima yang seharusnya lebih berhak, atau hal-hal lainnya yang membuat pembagian daging itu sendiri malah menjadi suatu hal yang ‘kurang afdhal’.
Menilik ke contoh-contoh tadi. Saya mengajak Anda-anda untuk berandai-andai disini. Bagaimana seandainya Anda adalah orang yang menyumbangkan uang kepada desa tadi. Atau anda yang memberikan kurban hewan untuk dibagikan. ‘gara-gara’ derma Anda itu, malah terjadi kekacauan, bukan manfaat seperti yang diharapkan. Bagaimana kira-kira perasaan Anda, gembirakah?
Di pihak lain, kita seharusnya bersyukur terhadap apa yang telah diberikan kepada kita. Kita bersyukur, segala puji bagi Allah, baik itu puji-pujian sesama hamba maupun hamba kepada Allah. Terhadap nikmat yang telah diberikan. Diberikan nikmat sedikit, kita syukuri, kita manfaatkan nikmat itu. Jangan malah dengan nikmat yang diberikan, kita malah membuat mudharat-mudharat lainnya. Ibaratnya, klo dalam bahasa Aceh, Watee hana tanyoe hana karue, watee na si peu-peu malah ka karue (ketika tidak ada apa-apa yang diberikan kita tidak ribut, tapi ketika ada sesuatu yang diberikan kita malah ribut dengan yang ada itu). Cobalah kita menjadi hamba yang pandai bersyukur, bukankah jika kita pandai bersyukur, insya Allah akan ditambahkan nikmat yang lainnya?
Kembali ke andai-andai di paragraf sebelumnya tadi. Jika anda adalah seorang penderma, melihat apa yang kita dermakan itu dikelola dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat banyak, orang-orang menjadi gembira dan terbantu dengan apa yang anda berikan. Bagaimana perasaan anda? Tentunya kalau ada harta lebih lagi, kita akan memberikannya lagi bukan? Tapi kalau malah kacau, “ada pun takkan kukasih lagi”, begitulah secara kasarnya mungkin.
**
Di dalam cakupan yang lebih luas, aplikasi dari contoh tadi bisa saja kita lihat di negara kita. Allah mengkaruniakan negeri kita ini dengan kekayaan alam yang berlimpah. Dari Sabang sampai Meurake, dimana tanah kita yang tak dapat dimanfaatkan? Namun kenyataan yang kita lihat sekarang, negeri kita terus saja dirambah, dieksploitasi terus-menerus. Sedangkan masyarakatnya terus saja hidup dalam kemiskinan.
Apa kita tidak bisa untuk tidak ribut, malah membuat kacau dengan nikmat yang seharusnya kita gunakan untuk kemashlahatan bersama? Mari syukuri apa yang telah diberikan, manfaatkan untuk kepentingan bersama. Jangan sampai ribut, okey?
0 komentar:
Posting Komentar