Rabu, 20 Juli 2011 yang lalu aku mendapat tugas dari kantor untuk mengikuti salah satu pelatihan mengenai banjir, kekeringan, dan tanah longsor di Kota Solo. Walau agak telat, kali ini aku akan menceritakan sedikit pengalaman selama perjalananku kesana. Cerita pengalaman perjalanan ini mungkin akan berjumlah 4 atau 5 part. So, jangan bosan-bosan pelototin ni tulisan ya. Hehe... semoga bermanfaat. :)
Karena pemberitahuan yang mendesak, persiapan keberangkatan pun agak sedikit mendesak. Tiket baru dipesan 2 hari sebelum keberangkatan. Tanda-tanda ‘keanehan’ mulai muncul ketika pemesanan tiket. Yupz, pesawat Banda Aceh – Solo (transit Jakarta) jadwalnya tu berangkat pagi dan bakalan sampai di Kota Solo nya sore atau malam hari. Sedangkan pelatihan hari pertama dimulai siang hari. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk ‘terbang’ mendarat di Kota Yogyakarta, bukan langsung ke Solo nya. Toh Solo dan Jogja ngak jauh-jauh amat, plus lagi dengan pertimbangan di Jogja aku punya kenalan sedangkan di Solo belum. :)
fajar menyambut pagi di bandara |
Rabu pagi setelah subuh, ‘perjalanan dinas’ pertamaku ke luar Aceh pun dimulai. Suasana fajar yang indah pagi itu mengiringi setiap derap langkah menuju ke pesawat. Pesawat take off, melewati puncak Seulawah, memecah suasana pagi yang mulai terkena biasan sang mentari. Cuaca memang kelihatan cerah, namun nyatanya tak seperti kelihatan. Mungkin karena pengaruh angin yang memang sedang kencang-kencangnya, beberapa kali kapten mengingatkan penumpang untuk mengeratkan sabuk pengaman. Empat puluh lima menit kemudian pesawat pun landing untuk transit di Medan. Beberapa penumpang sempat berteriak karena pesawat ber les merah ini mendarat dengan agak kasar, dan selama beberapa kali naek pesawat, rasanya ini pendaratan yang paling tak mulus.
Saat berangkat lagi dari Medan menuju Jakarta, cuaca yang tidak mulus kembali ngebuat kita terkadang deg-degan setengah ngak jelas. Bahkan beberapa kali pesawat seperti kehilangan tekanan udara. Rasanya seperti kita jatuh dari ketinggian gitu. Dan itu bisa berlangsung cukup lama. Huft... ngeri juga rasanya ni penerbangan, kalah roller coaster jadinya.
Sampai juga di Jakarta. Karena ini perjalanan pertamaku ke Jogja, proses transit pun tak seperti biasanya. Di bus bandara yang disesaki penumpang dan kebanyakan dari mereka adalah berusia kira-kira di atas kepala tiga semua, aku berdiri di pojok belakang. Tiba-tiba saja ada yang menegurku dari arah samping belakang. Yah, karena aku disitu yg kelihatan sedikit lebih muda :D. selanjutnya kamipun terlibat percakapan singkat. Di ruang tunggu akupun kembali bertemu dengannya. Kami berkenalan dan menjadi akrab singkat (bahasa istilahnya aneh-aneh ngak jelas nie,, :D). Dari percakapan itu aku tahu bahwa dia, sebut saja Redi, berasal dari Pekan Baru hendak ke Jogja untuk melanjutkan kuliah S1 dan baru pertama kali ini naik pesawat. Nampak jelas juga kalau orang tuanya sedikit khawatir karena sebentar2 ditelpon menanyakan sudah ‘sampai dimana’. Melihat kondisi itu, jadilah aku guide sekaligus abang singkat baginya. Membuat rileks suasana di tengah bandara yang terasa begitu asing, bahkan dia belum tahu bahwa walaupun kita telah masuk ke ruang tunggu kita masih bisa keluar bandara sekedar untuk makan atau membeli sesuatu (dan ini juga yang aku alami dulu saat pertama2 naik pesawat, hehe..).
Ada kejadian menarik saat kami berada di ruang tunggu (kami menunggu di lorong selasar karna ruang tunggu yang penuh). Sesosok manusia penuh tato keluar dari ruang tunggu dan duduk tidak begitu jauh dari kami untuk merokok. Yah, walaupun terpampang besar-besar disitu tulisan dilarang merokok, namanya saja orang merokok ngak bisa nahan, apalagi nunggu pesawat yang delay. Setelah itu keluar lagi beberapa orang bertampang preman. Tiba-tiba mataku kembali menangkap satu sosok yang sepertinya tak asing. Setelah coba-coba kuingat, yah... aku ingat orang ini. Aku pernah menontonnya di acara Kick Andy Show. Setelah kuperhatikan lebih seksama, aku bisa memastikan bahwa orang itu adalah Hercules, mantan preman tanah abang yang terkenal itu. Pria itu duduk di atas sebuah meja tak jauh dari teman-temannya yang duduk di kursi meja petugas pemeriksa boarding pass. Teman-temannya yang asik mulai mengerjai penumpang yang baru sampai. Karena petugas sedang tak berada disana, maka penumpang yang lewat ‘diperiksa’ boarding pass nya oleh kawanan mantan preman itu. Terkadang merasa kasian, tapi terkadang juga lucu melihat pemandangan proses ‘pemeriksaan’ itu.
Sampai beberapa saat kemudian karna asap yang sudah mulai mengepul hebat, petugas keamanan pun datang menegur perokok. Sempat terlibat perdebatan kecil petugas keamanan dengan beberapa orang perokok sebelum akhirnya Hercules yang berada di belakang petugas tadi turun tangan. Tampak betul pengaruhnya cukup luar biasa. Hati kecilku salut melihat mantan preman itu. Bagaimana ia terlibat menyelesaikan masalah, dengan begitu simpel, tak banyak omong, namun selesai. Aku tertawa kecil teringat pejabat-pejabat di negeri ini yang berkoar-koar ketika adanya suatu permasalahan. Koar-koar mereka bukannya menyelesaikan masalah, tapi malah menghasilkan masalah-masalah lainnya yang kadang beranak cucu hingga ke cicit-cicitnya. Adus,,, *tepok jidat.
Beberapa saat kemudian terdengar pengumuman bahwa pesawat yang akan ditumpangi oleh Hercules dan kru nya akan delay lagi beberapa saat dan pintu masuk dipindah ke A2 dari sebelumnya A7, Bandara Soetta. Sedangkan aku harus menunggu beberapa saat lagi karna belum saatnya boarding.
Pukul 2 siang akhirnya boarding juga. Setelah lebih kurang sejam mengudara, pesawat mendarat di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Di bandara aku dijemput oleh kawan SMA ku dulu. Kawan se-kamar asrama yang sudah tak pernah ketemu sejak tamat SMA dulu. Orang sering memanggilnya Ryan, tapi aku lebih suka memanggilnya Babe (baca : ba-be). Jangan heran dengan panggilan itu, karna itu adalah panggilannya ketika SMA dulu, seperti beberapa orang lainnya kawan se angkatan kami yang mendapat laqab (gelar) yang aneh-aneh. Hehehe...
'sambutan' di bandara Adi Sucipto Yogyakarta |
Karena pelatihanku baru berlangsung esok hari, kesempatan hari itu ingin kumanfaatkan untuk berkeliling sejenak di kota Jogja. Aku terkadang masih heran bertanya, sebenarnya nama kota ini Yogyakarta atau Jogjakarta ya? Atau sama saja ya? Hehe...
Setelah magrib, menggunakan motor si Babe (ingat, ini nama kawanku yang tadi ya.. :p), penjelajahan dimulai dengan berkeliling di kampus UGM yang tampak sepi karna mahasiswanya sedang libur. Shalat Isya di masjid UGM dan makan malam di angkringan masakan Aceh, kami pun meluncur ke Malioboro. Tempat yang sebelumnya pernah kudengar tapi belum pernah kulihat. Untuk kisah di Malioboro ini akan dibahas di #part tersendiri, hehe..
numpang foto di masjid UGM :) |
Abes muter-muter Jogja semalaman, kamipun pulang plus lagi perutku yang dah mulai mules. Mungkin karna pengaruh perjalanan tadi ya. Hoho... sebelum tidur, yang harus kulakukan terlebih dahulu adalah mencari travel yang akan mengantarku ke Solo besok (duh, telat banget ya mesennya).
Hari pelatihan
Karena pelatihan dimulai siang (setelah dhuhur), aku berangkat ke Solo dari Jogja di pagi hari. Setelah muter-muter nyari travel ke Solo, jam 10 akhirnya dapat juga travel yang mengantarku langsung ke lokasi. Bagi sodara-sodara yang mau ke Solo melalui Jogja, bisa juga sih sebenarnya menggunakan bis atau kereta api. Tapi karna bis/kereta tak mengantarkan sampai ke lokasi tertentu plus lagi akunya yang masih buta sama sekali dengan kota Solo, travel menjadi pilihan tersendiri.
Sampai di lokasi, di salah satu hotel kota Solo. Wah, ada apa ni rame-rame orang. Sampe ada pemeriksaan pake detektor gitu pula. Apa disangka aku buronan teroris ya. Ckckck... ternyata ngak ding, rupanya disana juga sedang berlangsung salah satu acara PBB gitu. Makanya pemeriksaannya ketat banget. Di hotel, aku harus menunggu beberapa saat lagi karna belum ngedapatin kamar. Aku tidak sendiri karna beberapa saat kemudian bergabung Kak Anggi dan Falci. Kak Anggi dari Medan yang pertama kali bertemu langsung bisa menebak aku dari Aceh. “Aceh banget mukanya”, celetuknya, ckckck... sedangkan Falci dari Pekan Baru. Wah Pekan Baru lagi, hari ini aku sepertinya telah mendapatkan 2 kawan baru dari Pekan Baru setelah Redi di ruang tunggu pesawat tadi.
Dan kawan sekamarku adalah Falci tadi. Di hotel ini ada beberapa hal yang cukup menarik, selain musik yang lebih ke melankolis atau terkadang jazz, ada juga tampilan gamelan yang berada di depan pintu masuk hotel. Dan kembali, ini hal pertama yang kulihat secara langsung. Jepret ah.... :D
penampilan gamelan di depan hotel. senyuN buk... :) |
Balik ke Jogja
Karena waktu pemesanan tiket sebelumnya jurusan Solo-Banda Aceh sudah penuh, maka satu-satunya pilihan lain ada pulang melalui Jogja lagi. Balik ke Jogja aku menggunakan travel lagi, sama seperti saat berangkat. Namanya aja sih travel, mobilnya sama seperti L-300 gitu. Hehe.. perjalanan balik ke Jogja ini sedikit membuatku pusing, karna barang-barang bawaan mobil yang baunya menyengat. Kuperkirakan barang-barang itu adalah bahan-bahan untuk meracik semacam jamu atau apalah sejenisnya gitu.
Pusingku bertambah karna pak supirnya bicara denganku menggunakan bahasa Jawa. Seng kamu itu %$##**((*&^.. yo wes to mas, *^#$%^%^$))... roaming aku jadinya. Ora iso aku mas bahaso Jawa gitu. Tapi walaupun aku ngak ngerti sama sekali yang ditanyakan, kupaksakan juga untuk menjawabnya. Anehnya yang kujawab itu malah nyambung dengan pertanyaan pak supir. Tuiiiingggg.... -_-‘. Apa pak supir tak bisa melihat wajahku yang sudah diakui banyak orang bermuka Aceh tulen ini ya,, :)).
Continued to #part 2
0 komentar:
Posting Komentar